Seorang wanita berjilbab rapi tampak sedang bersemangat mengajarkan sesuatu kepada murid-muridnya. Ia duduk menghadap murid-muridnya.
Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus. Sang guru berkata, "Saya punya permainan... Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada penghapus.
Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah "Kapur!", jika saya angkat penghapus ini, maka berserulah "Penghapus!" Murid-muridnya pun mengerti dan mengikuti. Sang guru berganti-gantian mengangkat antara kanan dan kiri tangannya, semakin lama semakin cepat.
Beberapa saat kemudian sang guru kembali berkata, "Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berserulah "Penghapus!", jika saya angkat penghapus, maka katakanlah "Kapur!".
Dan dijalankanlah adegan seperti tadi, tentu saja murid-murid kerepotan dan kelabakan, dan sangat sulit untuk merubahnya. Namun lambat laun, mereka bisa beradaptasi dan tidak lagi sulit.
Selang beberapa saat, permainan berhenti. Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya. "Anak-anak, begitulah kita ummat Islam. Mulanya yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Kita begitu jelas membedakannya”. Namun kemudian, musuh musuh kita memaksakan kepada kita lewat berbagai cara, untuk membalik sesuatu, dari yang haq menjadi bathil, dan sebaliknya.
Pertama-tama mungkin akan sulit bagi kita menerima hal tersebut, tapi karena terus disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kalian terbiasa dengan hal itu. Dan kalian mulai mengikutinya. “Musuh-musuh kalian tidak pernah berhenti membalik nilai."
"Pacaran/raba-raba, pengang tanggan ditempat sepi atau rame tidak lagi sesuatu yang tabuu, zina tidak lagi jadi persoalan diganti dengan selingkuh, pakaian mini menjadi hal yang lumrah katanya mode, sex before married menjadi suatu hiburan, materialistis dan kemewahan kini menjadi suatu gaya hidup pilihan, tawuran menjadi trend pemuda dan mahasiswa, koroptur bak artis didepan kamera TV.... senyum, cengengesann tidak ada guratan penyesalan atau kesedihan… yang lebih menggelikan Pornografi dianggap seni…dan sebagian yg lantang menyuarakan ini orang yg mengaku Muslim…. Naudzubillah... dll dll masih seabreg contoh dilingkungan kita“
"Semuanya sudah terbalik [dan dibalik]. Dan tanpa disadari, kalian sedikit demi sedikit menerimanya. Paham?" tanya Ibu Guru kepada murid-muridnya. "Paham buu...guruu....." semangat anak-anak itu.
"Baik permainan kedua..." begitu Bu Guru melanjutkan.
"Bu Guru punya Qur'an, Ibu letakkan di tengah karpet". Nah, sekarang kalian berdiri di luar karpet. Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur'an yang ada di tengah tanpa menginjak karpet?"
Nah, nah, nah. Murid-muridnya berpikir keras. Ada yang punya alternatif dengan tongkat, mengangkat temannya, dan lain-lain.
Akhirnya Sang Guru bijak memberikan jalan keluar, ia gulung karpetnya, dan ia ambil Qur'annya. Ia memenuhi syarat, tidak menginjak karpet. "Anak-anak, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya... Musuh-musuh Islam tidak akan menginjak-injak kalian dengan terang-terangan... Karena tentu kalian akan menolaknya mentah mentah. Preman kampung pun tak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tapi mereka akan menggulung kalian perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kalian tidak sadar."
"Jika seseorang ingin membangun rumah yang kuat, maka dibangunnyalah pondasi yang kuat. Begitulah Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah serta aklaq yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau membongkar pondasinya dulu, tentu saja hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dulu, kursi dipindahkan dulu, lemari disingkirkan dulu satu persatu, baru rumah dihancurkan..."
"Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kita. Ia tidak akan menghantam terang-terangan, tapi ia akan perlahan-lahan mencopot kalian identitas islam kalian. Mulai dari perangai kalian, cara berfikir kalian, cara hidup kalian, model pakaian kalian, konsumsi kalian, hiburan dan tontonan TV kaliah, bahkan hiasan rumah kalian, sejarah dan alur cerita sejarah islam dan lain-lain, sehingga meskipun kalian muslim, tapi kalian telah meninggalkan ajaran Islam dan mengikuti cara yang mereka........ Dan itulah yang mereka inginkan."
"Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (perang pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh musuh kalian.. Paham anak-anak?" "Paham buu!"
"Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menginjak-injak Islam, Bu?" tanya mereka. "Sesungguhnya dahulu mereka terang-terangan menyerang, semisal Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tapi sekarang tidak lagi."
"Begitulah Islam... Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar, akhirnya ambruk. Tapi kalau diserang serentak terang-terangan, mereka akan bangkit serentak, baru mereka akan sadar."
"Kalau begitu, kita selesaikan pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdoa dahulu sebelum pulang..."
Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan pikiran masing-masing di kepalanya.
Duh Gusti gelap atau terang jalan yang aku pijak, sampai mata hati nanar memandangnya???? Yaa Allah, Ilaahi Yang Al-Ghayb, mutlak WujudNya, kepadaMu aku pasrahkan, untuk menjaga Iman dalam hatiku.
@Azka[R]
Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus. Sang guru berkata, "Saya punya permainan... Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada penghapus.
Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah "Kapur!", jika saya angkat penghapus ini, maka berserulah "Penghapus!" Murid-muridnya pun mengerti dan mengikuti. Sang guru berganti-gantian mengangkat antara kanan dan kiri tangannya, semakin lama semakin cepat.
Beberapa saat kemudian sang guru kembali berkata, "Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berserulah "Penghapus!", jika saya angkat penghapus, maka katakanlah "Kapur!".
Dan dijalankanlah adegan seperti tadi, tentu saja murid-murid kerepotan dan kelabakan, dan sangat sulit untuk merubahnya. Namun lambat laun, mereka bisa beradaptasi dan tidak lagi sulit.
Selang beberapa saat, permainan berhenti. Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya. "Anak-anak, begitulah kita ummat Islam. Mulanya yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Kita begitu jelas membedakannya”. Namun kemudian, musuh musuh kita memaksakan kepada kita lewat berbagai cara, untuk membalik sesuatu, dari yang haq menjadi bathil, dan sebaliknya.
Pertama-tama mungkin akan sulit bagi kita menerima hal tersebut, tapi karena terus disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kalian terbiasa dengan hal itu. Dan kalian mulai mengikutinya. “Musuh-musuh kalian tidak pernah berhenti membalik nilai."
"Pacaran/raba-raba, pengang tanggan ditempat sepi atau rame tidak lagi sesuatu yang tabuu, zina tidak lagi jadi persoalan diganti dengan selingkuh, pakaian mini menjadi hal yang lumrah katanya mode, sex before married menjadi suatu hiburan, materialistis dan kemewahan kini menjadi suatu gaya hidup pilihan, tawuran menjadi trend pemuda dan mahasiswa, koroptur bak artis didepan kamera TV.... senyum, cengengesann tidak ada guratan penyesalan atau kesedihan… yang lebih menggelikan Pornografi dianggap seni…dan sebagian yg lantang menyuarakan ini orang yg mengaku Muslim…. Naudzubillah... dll dll masih seabreg contoh dilingkungan kita“
"Semuanya sudah terbalik [dan dibalik]. Dan tanpa disadari, kalian sedikit demi sedikit menerimanya. Paham?" tanya Ibu Guru kepada murid-muridnya. "Paham buu...guruu....." semangat anak-anak itu.
"Baik permainan kedua..." begitu Bu Guru melanjutkan.
"Bu Guru punya Qur'an, Ibu letakkan di tengah karpet". Nah, sekarang kalian berdiri di luar karpet. Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur'an yang ada di tengah tanpa menginjak karpet?"
Nah, nah, nah. Murid-muridnya berpikir keras. Ada yang punya alternatif dengan tongkat, mengangkat temannya, dan lain-lain.
Akhirnya Sang Guru bijak memberikan jalan keluar, ia gulung karpetnya, dan ia ambil Qur'annya. Ia memenuhi syarat, tidak menginjak karpet. "Anak-anak, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya... Musuh-musuh Islam tidak akan menginjak-injak kalian dengan terang-terangan... Karena tentu kalian akan menolaknya mentah mentah. Preman kampung pun tak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tapi mereka akan menggulung kalian perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kalian tidak sadar."
"Jika seseorang ingin membangun rumah yang kuat, maka dibangunnyalah pondasi yang kuat. Begitulah Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah serta aklaq yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau membongkar pondasinya dulu, tentu saja hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dulu, kursi dipindahkan dulu, lemari disingkirkan dulu satu persatu, baru rumah dihancurkan..."
"Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kita. Ia tidak akan menghantam terang-terangan, tapi ia akan perlahan-lahan mencopot kalian identitas islam kalian. Mulai dari perangai kalian, cara berfikir kalian, cara hidup kalian, model pakaian kalian, konsumsi kalian, hiburan dan tontonan TV kaliah, bahkan hiasan rumah kalian, sejarah dan alur cerita sejarah islam dan lain-lain, sehingga meskipun kalian muslim, tapi kalian telah meninggalkan ajaran Islam dan mengikuti cara yang mereka........ Dan itulah yang mereka inginkan."
"Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (perang pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh musuh kalian.. Paham anak-anak?" "Paham buu!"
"Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menginjak-injak Islam, Bu?" tanya mereka. "Sesungguhnya dahulu mereka terang-terangan menyerang, semisal Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tapi sekarang tidak lagi."
"Begitulah Islam... Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar, akhirnya ambruk. Tapi kalau diserang serentak terang-terangan, mereka akan bangkit serentak, baru mereka akan sadar."
"Kalau begitu, kita selesaikan pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdoa dahulu sebelum pulang..."
Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan pikiran masing-masing di kepalanya.
Duh Gusti gelap atau terang jalan yang aku pijak, sampai mata hati nanar memandangnya???? Yaa Allah, Ilaahi Yang Al-Ghayb, mutlak WujudNya, kepadaMu aku pasrahkan, untuk menjaga Iman dalam hatiku.
@Azka[R]